Arkeolog dari Universitas Jambi, Wahyu Rizky Andhifan yang turut serta berpartisipasi dalam tim ekspedisi menjelaskan bahwa Sungai Batanghari memiliki dampak besar terhadap jejak peradaban Melayu.
Akibatnya, penyusuran dalam ekspedisi ini akan berimplikasi positif bagi masyarakat.
“Ekspedisi Batanghari akan melahirkan transfer pengetahuan sejarah, budaya, tradisi, kearifan lokal, dan segala potensi yang tumbuh kepada generasi muda,” kata Wahyu, dilansir dalam laman langgam.id mitra Teras.id.
Wahyu juga berharap bahwa ajang kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, seperti ekspedisi Batanghari ini dapat terus terjalin sehingga menumbuhkan sikap kecintaan masyarakat pada kekayaan daerahnya masing-masing.
Mahasiswi dari ilmu arkeolog, Nurainun Radhiyah Husien yang juga turut dalam tim ekspedisi mengungkapkan bahwa ekspedisi kali ini bukan hanya mengajak tim terpilih saja, melainkan juga seluruh masyarakat.
Hal ini bertujuan agar dapat mengingatkan bahwa Sungai Batanghari mempunyai jejak peradaban dan kebudayaan yang sangat signifikan.
Nurainun juga menilai bahwa ekspedisi membuka kesadaran seluruh pihak tentang peradaban, alam, dan lingkungan menjadi terajut selaras.
Semakin jelas terlihat, ekspedisi Batanghari ini memberikan nilai positif untuk menjaga alam lingkungan sungai sekaligus melestarikan budaya setempat.
Ekspedisi Batanghari merupakan tapak tilas sejarah peradaban masa lampau nenek moyang dalam melintasi wilayah Nusantara, berinteraksi dengan bangsa lain, sampai akhirnya melahirkan akulturasi budaya.
Ekspedisi yang dilaksanakan bersama seluruh pemerintah daerah di sepanjang Sungai Batanghari adalah bagian dari Kenduri Swarnabhumi.
Ekspedisi yang dimulai dari Kabupaten Dharmasraya tentu berbeda dengan bulan Juli, lalu.
Sebab, pelaksanaan kali ini akan memfokuskan pada perkenalan dan penyebarluasan budaya daerah yang dilalui aliran Sungai Batanghari dengan berbagai festival.
Dirjen Kemendikbudristek, Hilmar Farid menyatakan bahwa ekspedisi Batanghari merupakan wujud komitmen dalam mempertahankan ekosistem budaya, khususnya Melayu yang menjadi kekayaan Indonesia melalui penataan fisik dan keelokan tradisi masyarakat setempat.
“Ekspedisi Batanghari merupakan upaya pemajuan kebudayaan.
Masyarakat akuatik sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Batanghari menyadari peradaban yang ada dan berkomitmen untuk melestarikan budaya daerahnya,” kata Hilmar.
Ekspedisi Batanghari membawa 28 orang anggota tim yang terdiri dari budayawan, arkeolog, sejarawan, seniman, jurnalis, mahasiswa, dan tokoh masyarakat.
Pelayaran tim ekspedisi ini akan membawa sampah plastik sebagai simbol kritik sosial terhadap pencemaran lingkungan.
Nantinya, sampah plastik ini dijadikan sebagai miniatur perahu tua yang akan diletakkan di titik akhir ekspedisi, yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.
Tim ekspedisi kali ini akan melintasi dua provinsi sepanjang DAS Batanghari, mulai dari Kabupaten Dharmasraya, Tebo, Batanghari, Kota Jambi, Muaro Jambi, sampai Tanjung Jabung Timur.
Nantinya, daerah-daerah tersebut akan menyelenggarakan serangkaian festival budaya sebagai keunikannya sendiri.
Festival tersebut akan diikuti oleh para anggota tim ekspedisi.
Selain festival, daerah-daerah tersebut juga mengadakan kunjungan cagar budaya, komunitas, dan maestro budaya yang ada di setiap lokasi.
Perjalanan ekspedisi Batanghari akan berakhir pada 22 September mendatang.
Berakhirnya ekspedisi ini, juga menjadi ajang penutup Kenduri Swarnabhumi.
RACHEL FARAHDIBA R